DI Jalan Gatot Subroto ada sebuah perkampungan yang warganya kebanyakan memproduksi rajutan, seperti sweater, jaket, cardigan, syal, baju hangat dll. Lokasinya tidak jauh dari persimpangan Jalan Ibrahim Ajie dan Terusan Kiaracondong. Di depan perkampungan tersebut terdapat gapura Selamat Datang di Sentra Industri Rajut Binong Jati.
Untuk mencari setra rajut ini tidak sulit. Jaraknya hanya beberapa meter dari persimpangan Jalan Ibrahim Ajie dan Terusan Kiaracondong. Jalan seukuran kuarang lebih dua meteran bisa terlihat tepat berada di tepi Jalan Gatot Subroto. Di antara toko-toko yang berjejer itulah jalan tersebut berada.
Sentra rajut Binongjati sudah ada sejak tahun 60-an. Saat itu warga Tionghoa dengan warga sekitar membangun industri rajutan di sana. Mereka mengunakan mesin tradisonal untuk memproduksi rajutan.
Pada 1970-an, warga lainnya turut membuka usaha ini. Sehingga pengusaha rajutan bertambah delapan hingga sepuluh orang. Usaha ini terus berkembang dari tahun ke tahun.
Pada 1998 mencapai puncaknya. Sekitar 250 orang mencoba peruntungannya di usaha rajutan ini. Mereka sudah menggunakan mesin modern.
Warga kemudian berinisiatif menamai kawasannya dengan sebutan “Sentra Industri Rajutan Binongjati”. Sebutan sentra diperkenalkan warga melalui gapura yang terpampang di pintu masuk kawasan Binongjati, Jalan Gatot Subroto, Bandung.
Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian, Perdagangan Kota Bandung kemudian menyatakan Binongjati sebagai kawasan industri tekstil.
Hingga kini, usaha rajutan di Binongjati terus berkembang dan semakin dikenal waistawan. Menurut catatan laman sentraindustribandung.com, terdapat kurang lebih 293 pengrajin rajut di sana.
Adapun kapasitas produksi per tahunnya sebanyak 852.200 lusin dengan nilai investasi Rp. 31,366 miliar. Sentra rajut Binongjati diperkirakan bisa menyerap tenaga pekerja sebanyak 2.143 orang. *