Menara Gedung Sate, di Atasnya Ada Tusuk Sate yang Terlihat dari Jauh

Menara Gedung Sate bisa terlihat jelas dari juah. Tusuk satai tampak menjulang menjadi bagian paling atas gedung itu.

Dari menara gedung sate sekeliling kawasan Diponegoro bisa terlihat. Terutama Lapangan Gasibu dan Monumen Perjuangan atau Monju.

Untuk menuju ke menara Gedung Sate harue menggunakan lift atau tangga kayu.

Gedung Sate mulai digunakan sebagai kantor pemerintahan provinsi Jawa Barat pada 1980.

Tadinya pemprov berkantor di Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga.

Saat itu yang menjadi gubernurnya adalah Aang Kunaefi.

Gubernur Jabar sekarang adalah Ridwan Kamil atau Kang Emil. Kang Emil bekerja di Lantai II.

Di lantai ini juga Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum berkantor.

Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang mirip  ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa.

Orang Gedung Sate menyebutnya gedung aula barat dan aula timur. Biasanya dipergunakan untun acara resmi gubernur.

Di sekeliling kedua aula terdapat ruangan-ruangan yang ditempati beberapa Biro dengan Stafnya.

Gedung Sate merupakan karya arsitek Ir. J. Gerber dan kelompoknya.

Gerber juga menerima masukan dari maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus Berlage.

Dalam sejarah Gedung Sate, disebutkan gedung ini berdiri dengan bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Dalam laman disparbud.jabarprov.go.id disebutkan gedung ini dipengaruhi ornamen Hindu dan Islam.

Menurut laman tersebut pada dinding fasad depan terdapat ornamen berciri tradisional, seperti bangunan candi Hindu.

Adapun di tengah-tengah bangunan induk Gedung Sate, terdapat menara dengan atap susun (tumpang) seperti Meru di Bali atau atap Pagoda.

Bentuk bangunan ini menjadi unik bentuknya sebagai perpaduan gaya arsitektur timur dan barat.

Gaya seni bangunan yang memadukan langgam arsitektur tradisional Indonesia dengan kemahiran teknik konstruksi barat disebut Indo-Eropeesche architectuur Stijl (gaya arsitektur Indo-Eropa).

Puncak Menara Gedung Sate Ada Tusuk Sate

Pada puncak menara Gedung Sate terdapat tusuk sate yang terdiri enam potong satai, yang menyimbolkan enam juta Gulden yang dihabiskan sebagai biaya pembangunannya.

Ornamen inilah yang membuat Gedung Sate menjadi terkenal.

Menurut Cor Pashier dan Jan Wittenberg, dua arsitek Belanda, “langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa.”

Pernyataan mereka ini dikutip wikipedia.
D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, juga menyebut Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia.

Bahkan seperti dikutip wikipedia,  Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, “Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis”.

Dalam literasi sejarah Gedung Sate, gedung yang terletak di Jalan Diponegoro ini dibangun pada 1920.

Gedung yang memiliki ciri khas tusuk sate pada menara sentralnya ini sekarang digunakan sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Bila dihitung ornamen berbentuk jambu air ini jumlahnya ada enam.

Jumlah tersebut konon simbol modal awal pembangunan pusat pemerintahan sebesar 6 juta gulden.

Dengan modal awal itu, dapat terselesaikan bangunan utama gedung ini, Kantor Pusat Pos Telegraf dan Telepon (PTT), Laboratorium dan, Museum Geologi serta Dinas Tenaga Air dan Listrik.

Gedung ini berdiri di atas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².

Pada 1977 gedung baru dibangun dekat Gedung Sate oleh Ir. Sudibyo. Gedung yang arsitekturnya sedikit mengambil gaya arsitektur gedung sate diperuntukkan bagi anggota DPRD Jabar. *

Bahan tulisan Gedung Sate diambil dari
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gedung_Sate

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *