KPK Pamerkan Uang Rampasan Rp300 Miliar dari Rp883 Miliar Lebih yang akan Diserahkan ke PT Taspen

SERBA BANDUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan rampasan uang tunai Rp300 miliar dari Rp883 miliar lebih, untuk dikembalikan kepada PT Taspen kaitan putusan perkara korupsi investasi fiktif yang menyeret mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Penyerahan uang sitaan ini disampaikan langsung Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada Direktur Utama PT Taspen, Rony Hanityo Aprianto, Kamis 21 November 2025
Tumpukan uang nampak memenuhi panggung belakang meja konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK. Berbal-bal uang yang dibungkus plastik putih itu disusun menjulang seperti tembok bata, menutup hampir seluruh sisi depan ruang konferensi pers.
Di tengah tumpukan uang tersebut, KPK meletakkan sebuah papan kecil bertuliskan jumlah rampasan yang berhasil diamankan.
Beberapa petugas KPK mengenakan kemeja merah, tampak keluar bergantian sambil mendorong troli berisi tumpukan bal uang, hingga membentuk susunan uang yang tampak di belakang meja konferensi pers.
Baca juga: Kejari Jakarta Timur Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin Jahit Senilai Lebih dari Rp9 Miliar
Perkara ini berawal pada Juli 2016 ketika itu PT Taspen diduga melakukan investasi pada program THT untuk pembelian sukuk ijarah (surat berharga yang berisis akad pembiayaan) TSP Food II (SIAISA02) sebesar Rp 200 miliar yang diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF).
Namun, pada Juli 2018 PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengeluarkan peringkat tidak layak untuk sukuk ijarah tersebut karena gagal bayar kupon.
Kemudian pada Agustus 2018, ada pengajuan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan diputuskan PKPU tetap terhadap PT TPSF oleh PT SM.
Kenudian ANS Kosasih diangkat menjadi Direktur Investasi PT Taspen pada Januari 2019. Jajaran Direksi PT Taspen termasuk Kosasih lalu melakukan rapat pembahasan mengenai proposal perdamaian pada April 2019.
Dalam rapat tersebut, Kosasih memberikan dua skenario tindak lanjut terhadap sukuk tersebut. Opsi pertama, sukuk diperpanjang selama 10 tahun. Opsi kedua, mengubah sukuk menjadi saham bersama dengan PT SM yang kemudian diubah menjadi unit penyertaan pada reksadana PT SM.
Sekira bulan Mei 2019, Kosasih lalu bertemu Dirut PT IIM, Ekiawan. Di situ, tim Divisi Investasi PT Taspen memaparkan skema optimalisasi Sukuk TPS Food II (SIAISA02).
Dari pertemuan itu, Komite Investasi PT IIM memasukkan sukuk tersebut sebagai bond universe (daftar portofolio yang layak untuk investasi) melalui mekanisme optimalisasi RD InextG2.
PT Taspen lalu menyetujui proposal perdamaian yang khusus untuk BUMN utang dibayarkan secara penuh Rp 200 Miliar dengan tenor yang 10 tahun dan bunga 2%.
PT Taspen kembali melakukan rapat untuk membahas hasil sidang PKPU yang sebelumnya. Di hari yang sama, PT IIM mengirimkan proposal penawaran optimalisasi Reksadana I-NextG2.
Kemudian, PT Taspen Persero melakukan penjualan SIAISA 02 diharga PAR ditambah dengan bunga aktual melalui PT SS dengan total transaksi Rp 228.778.055.556.
Namun, PT SS menjual SIASIA 02 ke 5 Reksadana lain yang dikelola oleh PT IIM dengan harga 100.02 persen, selanjutnya pada hari yang sama SIAISA02 tersebut dijual ke PT PS dengan harga 100.04 persen tetapi penyelesaian transaksinya pada tanggal 18 Juni 2019.
Pada Juni 2019 PT IIM menginstruksikan PT VS untuk membeli SIAISA02 dari PT Pacific Sekuritas dengan harga 100,08% kemudian menjual ke RD I-NEXTG2 dengan harga 67% dengan tanggal settlement 18 Juni 2019 dengan total transaksi Rp 142.733.055.556.
Atas penempatan dana/investasi sebesar Rp 1 Triliun pada RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM yang melawan hukum tersebut, KPK menyebut, semestinya tidak boleh dikeluarkan. Investasi ini pun dinilai telah merugikan negara hingga Rp 200 miliar, dan menguntungkan pihak lain.
Ekiawan Heri Primaryanto divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta dan membarar uang pengganti
sebesar USD 253,664. Vonis itu dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 6 Oktober 2025.
Sedangkan untuk Kosasih, divonis 10 tahun penjara. Namun, dia mengajukan banding sehingga belum mempunyai kekuatan hukum tetap.***
