China Town di Bandung Menyimpan Gedung dan Kuliner Khas Tiongkok

BANDUNG layaknya kota-kota besar di Indonesia, seperti Tangerang dan Semarang memiliki kawasan untuk warga Tionghoa. Orang-orang menyebut kawasan tersebut Pecinan atau China Town. Kawasan pecinan di Bandung berbeda dengan kawasan pecinan di kota-kota lain. Di sini pecinan berbaur dengan kawasan lainnya seperti Kampung Aran dan pribumi.

Seperti China Town di kota lain, di Bandung pun menyimpan peninggalan gedung-gedung bernilai sejarah. Tak hanya itu kulinernya pun masih bisa didapatkan di kawasan tersebut. Warga banyak yang penasaran ingin melihat bangunan-bangunan dan merasakan kuliner khas Tionghoa yang masih dijual hingga sekarang.

Jalan Kelentang adalah satu di antaranya. Kawasan ini masih kental dengan China Town. Yang paling mencolok adalah kelenteng yang ada di sana. Tiga buah bangunan berdiri satu kompleks, yakni Vihara Samudra Bhakti, Vihara Satya Budhi, dan Vihara Buddhagaya. Ketiga vihara di Jalan Kelenteng No 23A, Bandung, ini berdiri di bawah Yayasan Satya Budhi.

Satya Budhi merupakan kelenteng tertua di kota Bandung. Diresmikan pada 1855 dengan nama Hiap Thian Kong yang berarti Istana Para Dewa. Pada 1965, penggunaan nama Tionghoa dilarang di Indonesia karena itulah Hiap Thian Kong berubah nama menjadi Vihara Satya Budhi.

Rumah bergaya arsitek lama di Jalan Kelenteng, Bandung. | Foto serbabandung.com

Di Jalan Kelenteng masih ada bangunan-bangunan yang masih mempertahankan gaya lamanya. Sebuah rumah di pertigaan Jalan Klenteng dan Saritem misalnya. Rumah tersebut terlihat masih utuh. Menurut warga yang sudah berjualan lama di sana, menyebutkan rumah tersebut sudah ada sejak zaman Belanda.

China Town di Pasar Baru

Kawasan Pasar Baru pun masih kental aroma Tiongkok. Meski bangunan-bangunan modern telah bermunculan di sana, suasana China Town masih terasa. Di Jalan Babatan misalnya, di sini terdapat kedai masakan khas Tiongkok. Namanya Toko Osin. Toko ini sudah ada sejak tahun 1920.

Menu yang di roko ini antara lain cakue, bakpia, kompia, kompia isi, bubur ayam, bubur kacang, pangsit kuah, kue tambang, dan kue cinsoko. Harganya juga bervariasi antara menu satu dan menu yang lainnya. Yang unik di toko ini adalah menu bubur kacangnya. Kacangnya adalah kacang tanah, bukan kacang hijau seperti biasanya. Kacang yang dikupas bersih tersebut direbus hingga empuk. Bubur yang terasa manis disebut bubur kacamg Hokkian.

Masih di belakang Pasar Baru ada toko jamu yang melegenda. Namanya Toko Jamu Babah Kuya. Toko jamu ini dikelola oleh generasi keempat, yakni oleh Sie Tjoe Liong yang namanya diubah menjadi Iwan Setiadi. Generasi pertamanya adalah Tan Siob Haow yang mendirikan toko jamu akhir tahun 1800-an. Jauh sebelum bangunan toko di Pasar Baru direnovasi tahun 1910.

Toko itu kini masih tetap didatangi konsumen setianya. Bermacam jamu yang disediakan Toko Babah Kuya menjadi pilihan para konsumen. Jenisnya macam-macam tergantung untuk menyembuhkan penyakit apa. Untuk darah tinggi (hipertensi) misalnya disediakan jamu khusus yang harganya Rp 30.000.

Di China Town Ada Toko Kopi

Di ujung Jalan Pecinan di pertigaan Jalan Banceuy terdapat Toko Kopi yang juga sudah melegenda. Namanya Kopi Aroma. Toko sekaligus pabrik di Jalan Banceuy Nomor 51 ini sudah tersohor ke mana-mana. Tak hanya orang Bandung, tapi orang luar Bandung pun banyak yang sengaja mendatangi toko ini untuk membeli kopi yang harumnya sangat menggoda.

Toko Aroma dibangun oleh Tan Houw Sian sejak 1930 silam itu. Kemudian Widyapratama, putra tunggal dari Tan Houw Sian, meneruskan usaha tersebut.

Kopi yang dijual di Kopi Aroma hanya dua jenis kopi, yakni robusta dan arabika. Dikutip dari Wikipedia kopi robusta tumbuh baik di ketinggian 400-700 m dpl, temperatur 21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika.

Jadi kalau ingin merasakan suasa China Town di Bandung tinggal datang saja ke kawasan yang telah disebutkan di atas. Atau, jika tidak keberatan silakan tambahkan mengenai Pecinan di Bandung di boks komentar di bawah ini. *

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *