Mau tahu seperti apa kawasan Jalan Asia Afrika pada malam Natal, Senin (25/12/2017)? Suasananya seperti siang hari. Bahkan ketika jam menunjukkan pukul 01.00 pun orang-orang masih hilir mudik dan menongkrong di tembok atau di kursi yang tersedia.
Mereka ada yang berselfie, foto bersama, mengobrol, menyeruput kopi dari gelas air mineral yang dibeli dari penjual kopi keliling, dan makan makanan ringan yang dibekal.
Di bawah jembatan penyebrangan yang ada tulisan “Bumi Pasundan Lahir ketika Tuhan sedang Tersenyum” menjadi tempat favorit untuk berfoto. Para pelancong bergantian memanfaatkan spot tersebut untuk berselfie. Begitu juga di sebrangnya, latar belakang tulisan “Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi”. menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong untuk berpose.
Tak jauh dari sana monumen globe pun menjadi sasaran. Monumen yang didirikan menjelang peringatan ke-55 konferensi Asia Afrika ini favorit para pelancong untuk berfoto. Nama-nama negara yang tercantum di dinding monumen menjadi latar yang sering digunakan untuk berfoto. Selain itu tentu saja bola duanianya tak luput dari jepretan para pelancong.
Halaman Gedung Merdeka pun merupakan tempat yang tak dliewatkan untuk berfoto. Gedung Merdeka adalah tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika pada 18 April-24 April 1955. Di sinilah, negara-negara melahirkan Dasasila Bandung yang membakar semangat negara-negara peserta untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan kolonialisme.
Tugu Konferensi Asia Afrika yang berada dekat Gedung PLN menjadi tempat berfoto lainnya. Tempat ini pun menjadi tempat favorit untuk menongkrong dan bercengkrama. Tugu ini tadinya berada di Simpang Lima. Menjelang peringatan ke-55 Asia Afrika tugu ini dipindahkan ke tempat sekarang. Tugu ini adalah karya pematung Soenaryo.
Zona Selfie di Jalan Asia Afrika
Zona selfie di dekat tugu juga menjadi tempat favorit. Pelancong tak hanya beraelfie. Mereka juga bisa berfoto dengan orang yang berkostum menyeramkan. “Hantu-hantu” yang bergentayangan di sana di antaranya pocong, kuntilanak, dan Nyai Roro Kidul. Untuk berfoto dengan hantu, pelancong hanya membayar sukarela yang dimasukan ke dalam kencleng yang telah disediakan.
Di Taman Alun-alun, di rumput sintetisnya, pada dini hari, masih banyak orang yang duduk bahkan tertidur. Setiap kelompok membuat lingkaran sendiri-sendiri. Mereka mengobrol, makan, dan bercengkrama. Tembok-tembok tempat duduk pun dimanfaatkan oleh mereka untuk beristirahat.
Senin dini hari itu yang datang bukan hanya orang Bandung. Mobil yang terpakir di Jalan Dalem Kaum dan Jalan Asia Afrima seberang Kantor Pos besar rata-rata berpelat luar kota, seperti dari Jakarta, Bogor, Cirebon dan daerah lainnya. Mereka datang ada yang bersama keluarga, teman, atau rombonga lain.
Sejak dipoles oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, kawasan Jalan Asia Afrika termasun Alun-alun menjadi tempat wisata favorit dan murah karena hanya bayar parkir saja untuk menikmati suasana jalan yang penuh sejarah tersebut.