BAGI Dadang (40) pekerjaan ini bukan sekadar untuk mencari uang. Pekerjaannya sebagai penarik perahu eretan lebih dari itu. Dia ikut membantu warga menyebrang Sungai Citarum di Parunghalang RT 11/02, Desa Andir, Kecamatan Baleendah, ke kampung di seberang.
Pekerjaannya menarik perahu eretan merupakan warisan. Perahu tersebut tadinya milik kakeknya. Bersama kakaknya Nanang, ia melanjutkan pekerjaan tersebut. Mereka menjalankannya setiap hari.
Dadang setiap hari menunggu penumpang di sebuah saung di tepi sungai. Sambil menunggu pelanggannya, ia menyetel musik keras-keras. Siang itu, Dadang memilih lagu dangdut. Dia duduk di tikar yang melapisi lantai yang terbuat dari papan. Ketika ada penumpang dia beranjak ke perahunya mempersilakan penumpang menaiki perahu.
Penumpang tak perlu lama menunggu. Dadang tak pernah ngetem menunggu penumpang lain agar perahunya penuh. Dia tetap menyebrangkan penumpang kendati hanya ada satu orang penumpang.
“Saya mah nggak pernah pasang tarif. Berapapun saya terima. Tapi biasanya mereka (penumpang) membayar Rp 2.000,” kata Dadang yang bersiap-siap menarik perahu eretannya, Sabtu (10/2/2018).
Perahu pun melaju di sungai yang rata-rata lebarnya 20 meteran ini mengantar dua perempuan. Pelan sekali jalannya, tapi tak butuh waktu lama untuk menyebrang. Kurang dari dua menit perahu sampai ke seberang.
Di seberang sudah menunggu penumpang untuk diantar. Dua orang remaja putri berseragam pramuka tampak naik ke perahu dan dudung di kursi panjang yang disediakan. Mereka tak terganggu meski perahu itu bergoyang pelan. Dadang pun balik ke tempat semula. Kalau pun tak ada penumpang, dia tetap akan kembali ke dermaga semula.
Perahu eretan Dadang mulai beroperasi setiap hari pukul 06.00-23.00. Bersama kakaknya, dia bergiliran memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dadang bisa mendapatkan giliran pagi, siang, atau sore. “Tergantung pengaturannya,” kata Dadang.
Dadang tetap akan mengoperasikan perahunya kendati Citarum sedang diterjang banjir. Warga di sana, kata Dadang, tetap membutuhkan jasanya karena kalau tidak harus berputar jauh untuk menyebrang di jembatan gantumg.
Perahu Eretan Tak Perlu Dayung
Perahu eretan beda dengan perahu lain. Dadang tak perlu dayung untuk menggerakkannya. Dia membentangkan tali ke seberang. Kemudian menarik tali itu untuk menggerakkannya. Perahu itu akan bergoyang pelan katika Dadang mulai menarik tali. Dadang harus berkonsentrasi dan mengeluarkan tenaga mempertahankan perahu agar tak terbawa arus Citarum. Penumpangnya bisa berdiri atau duduk di kursi kayu panjang yang telah disediakan.
“Kalau penumpang yang baru suka takut naik perahu ini karena bergoyang. Kalau yang udah biasa mah tenang saja. Tinggal duduk. Nggak lama ko,” kata Dadang.
Menurut Dadang pelanggannya datang dari berbagai kalangan. Ada anak sekolah, padagang, karyawan, pegawai pabrik, dan profesi lainnya. Biasanya, waktu sibuk Dadang saat pagi dan sore. “Yang mau sekolah dan bekerja biasanya,” kata Dadang.
Untuk kelaikan perahu Dadang setiap hari memeriksanya. Begitu juga talinya. Dadang tak mau penumpang mengalami kecelakaan. “Kalau perahu rusak nggak pernah diperbaki tapi langsung beli yang baru di Munjul,” katanya. Munjul adalah sebuah kawasan di tepi Citarum masih di Kecamatan Beleendah.
Pekerjaan menarik perahu eretan yang dijalankannya nyaris tergerus perkembangan zaman. Sekitar tahun 2000-an penghasilannya mulai turun drastis karena orang lebih memilih naik sepeda motor dan memutar lebih jauh. Meski begitu Dadang tak risau karena yakin masih ada yang membutuhkan jasanya. Dia mengaku akan terus menjalankan profesinya hingga tak kuat lagi. *