SAUNG Angklung Udjo tampak ramai. Halaman parkir penuh oleh mobil dan bus. Sabtu (22/8/2015) sore itu, ada pementasan angklung yang telah tersohor ke mancanegara. Pertunjukan yang biasa digelar pukul 15.30 hingga 17.00 selalu mengundang penonton.
Sore itu di Bale Kareseman, tempat pertunjukan, para penonton sudah duduk di papan yang berundak yang menghadap panggung dan arena pertunjukan. Tempat duduknya nyaris penuh. Penonton tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga dari Eropa. Penonton yang dari Eropa datang secara rombongan.
Bale Karesemen adalah bangunan bergaya bangunan Sunda. Di dalamnya terdapat ampiteater. Bangunan itu berukuran 225 meter per segi yang di tiga sisinya terdapat papan berundak yang menghadap ke panggung. Bale Karesemen diperkirakan bisa menampung 400 orang.
Pukul 15.30 pertunjukan dimulai. Diawali permainan gamelan para nayaga muda Saung Angklung Udjo. Beberapa tembang dilantunkan. Kemudian muncul seorang perempuan berpakaian kebaya khas Sunda menyapa penonton. Perempuan itu menggunakan dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris dalam membawakan acara.
Benar saja penontonnya tidak hanya datang dari Kota Bandung. Ketika perempuan tadi menanyakan asal mereka, mereka menjawab ada yang berasal dari Polandia, Malaysia, Singapura, Thailand. Sedangkan yang dari Indonesia ada yang mengaku berasal dari Sentani, Malang, dan Ambon.
Setelah acara pembukaan, pertunjukan pun dibuka dengan pergelaran wayang golek. Wayang golek yang biasanya dipentaskan dalam waktu lama, tujuh jam sampai semalam suntuk, hanya berlangsung beberapa menit saja.
Ketika pertunjukan wayang tuntas. Sekonyong-konyong segerombolan anak masuk ke dalam arena. Mereka bernyanyi dan menari. Pertunjukan helaran ini menarik perhatian penonton terutama tingkah laku para penarinya. Arena pertunjukan di antara panggung dan tempat duduk penonton nyaris penuh oleh mereka.
Setelah disuguhi kemeriahan helaran, giliran tari klasik membius para penonton. Tari topeng berhasil diperagakan tiga penari remaja dengan gemulai. Tepuk tangan pun membahana setelah tarian itu tuntas.
Para pemain arumba memasuki pentas setelah tarian klasik berakhir. Alat musik yang terbuat bambu ini memiliki tangga nada diatonis. Alat musik ini diciptakan pada 1970-an. Beberapa lagu berhasil dimainkan dengan baik oleh para pemain.
Kemudian diperkenalkan juga angklung mini yang biasanya digunakan untuk hiasan. Angklung mini ini ternyata bisa digunakan untuk bermain musik. Lagu-lagu yang sudah akrab di telinga penonton dibawakan oleh beberapa anak.
Setelah terhibur oleh beberapa pertunjukan, penonton pun ikut dilibatkan. Penonton mendapat bagian satu angklung untuk satu orang. Penonton diajak bermain dipandu tiga orang konduktor dengan kode tangan. Beberapa lagu pun berkumandang salah satunya lagu All My Loving milik The Beatles.
Setelah bermain-main dengan angklung, giliran para pemain angklung dari Saung Angklung Udjo bermain secara orkestra. Tiga buah lagu diperdengarkan. Sebuah lagu yang dianggap sulit oleh kondukturnya, yakni lagu Bohemian Rhapsodi milik Queen ikut dikumandangkan untuk penutup orkestra. Para penonton bertepuk tangan dan berdecak kagum setelah lagu itu tuntas diperdengarkan.
Terakhir penonoton diajak menari oleh para pemain. Semua senang. Semuanya melemparkan senyum. Dan, semuanya terlihat puas menyaksikan pergelaran Saung Angklung Udjo. Membayar sekitar Rp 60.000-70.000 tidak merasa kemahalan bagi semua penonton di sana. Bagaimana dengan Anda?
Saung Angklung Udjo
- Pertunjukan digelar setiap hari pukul 15.30-17.00
- Reservasi Tlp 022-7271714, Email: info@angklung-udjo.co.id
- Pertunjukan digelar di Saung Angklung Udjo di Jalan Padasuka 115, Bandung, 40192