Lapangan Gasibu di seberang Gedung Sate bukan lagi sekadar tempat berolahraga. Setelah direvitalisasi dan sempat tersendat-sendat lapangan ini sekarang dilengkapi fasilitas lain seperti perpustakaan, air mancur, taman, musala, trek lari, dan toilet berkelas bintang lima
Di tengah lintasan lari tidak lagi beralaskan paving block melainkan rumput yang menghijau. Tiang bendera yang tadinya berada di bagian selatan lapangan dipindahkan ke sebelah utara. Di sana juga terpasang petunjuk arah kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Persis depan jalan yang memisahkan Lapangan Gasibu dan halaman Gedung Sate terdapat profil para gubernur Jabar dari periode pertama lengkap dengan fotonya. Di sana juga tertulis “Tepas Jawa Barat” yang menunjukkan Lapangan Gasibu adalah tepas-nya atau halaman depannya Jawa Barat.
Lintasan lari di sana dibuat menarik. Warnanya biru tua dan biru muda. Lintasannya ada lima. Siapa pun boleh berlari di sana. Jogging track tersebut yang tadinya bengkok dibetulkan menjadi simetris, satu sumbu dengan Monumen Perjuangan Rakyat Jabar dan Gunung Tangkubanparahu.
Wajah baru Lapangan Gasibu dihiasi air mancur. Setiap akhir pekan, Jumat, Sabtu, Minggu setiap pukul 19.00, 20.00, 21.00 air mancur buatan Jerman itu menjadi pusar perhatian warga. Air ini menyembur dari 122 Nozel.
Perpustakaan Gasibu
Fasilitas menarik lainnya adalah perpustakaan yang berada di pojok dekat Jalan Surapati dan belokan Jalan Gazebo. Perpustakaan ini diresmikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Herwayawan pada 16 September 2016. Di prasasti tanda tangan gubernur tertulis bahwa perpustakaan ini merupakan bantuan dari Corporate Social Responsibility bank bjb.
Revitalisari lapangan ini belum selesai. Rencananya di sana akan dilengkapi instalasi seni berupa bangunan berbentuk nada pentatonik dan eksperimental. Instalasi unik yang bertajuk “Sound Passage” itu bisa memunculkan suara dalam bentuk lagu tertentu jika disentuh masyarakat.
Lapangan yang memiliki luas kurang lebih 6.000 m2 ini pada jaman Belanda bernama Wilhelmina Plein (lapangan Wilhelmina). Nama ini diambil dari ratu Belanda. Kemudian pada 1950-an berganti nama menjadi Lapangan Diponegoro. Pada 1955 berubah lagi menjadi lapangan Gasibu.