SEKE atau mata air adalah sumber air yang terus berkurang di Kota Bandung. Banyak yang megatakan sumber air tersebut jumlahnya mencapai 400. Namun bersamaan perjalanan waktu seke-seke tersebut mulai hilang dan yang tersisa hanya 70-an. Dari jumlah itu baru 22 yang terinventarisir.
Satu di antara seke tersebut ada di Babakan Siliwangi. Orang menyebutnya Seke Babakan Siliwangi. Lokasinya ada di dalam hutan itu, dekat dengan Kebon Binatang Bandung. Untuk melihat seke ini harus menelusuri jalan setapak, di bawah forrest walk yang kini menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi.
Seke atau mata air tersebut dibiarkan keluar secara alami. Kolam kecil yang terbentuk karena mata air ditandai sebuah pelang untuk menunjukkan seke tersebut harus dilestarikan. Beberapa meter dekat kolam terdapat bangunan kec yang di dalamnya terdapat wayang copet. Tak diketahui fungsi bangunan persegi panjang tesebut.
Seke lainya terdapat di bangunan Hotel Hotel Pullman dan BICC (Bandung International Convention Center) di Jalan Surapati. Diperkirakan ada empat seke yang sekarang tertutup oleh bangunan tersebut. Sebelum ada bangunan, air berasal dari seke membentuk kolam yang sering digunakan anak-anak untuk berenang.
Mata Air Dekat Rumah Ridwan Kamil
Di dekat rumah Ridwan Kamil di Cigadung ada Seke Genjer. Seke itu masih dirawat oleh warga yang menemukannya. Seke lainnya ada di Dago Timur. Namanya Seke Koak. Seke ini merupakan milik warga asal Palembang. Namun lahan yang ada sekenya seluas 300 meter diwakafkan oleh warga tersebut.
Untuk mencari seke Pemerintah Kota Bandung telah membentuk tim yang terdiri dari 15 orang. Ke-15 orang itu dilantik menjadi Relawan Seke oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Hotel Jayakarta, Jalan Ir Dago, Senin (24/3/2014).
Seke yang ditemukan akan kembali difungsikan dengan membuat bak dan MCK untuk warga sekitar. Pemkot Bandung mengaku kesulitan menginventarisir seke di Bandung karena banyak seke yang berada di atas lahan pribadi.
Masyarakat pun peduli keberadaan seke-seke ini. Pada 2013 di Sekemirung, komunitas bernama Jagaseke dibentuk. Pembentukan komunitas ini terbentuk berkat prakarsa Dewan Pemerhati Kehutanan Lingkugan Tatar Sunda (DPKLTS). Merek peduli terhadap keberadaan mata air yang sebagian besar hampir musnah.