Pernah lewat Jalan Mohammad Toha, Bandung? Di sini terdapat peninggalan bersejarah yakni sebuah stasiun radio. Gedung itu berada di seberang penjual tanaman Lapangan Tegallega. Sekarang merupakan Gereja Kristen Immanuel Jemaat Gloria. Selintas gereja itu layaknya tempat ibadahnya. Tapi kalau lebih teliti di depan gereja tersebut ada sebuah stilasi yang menunjukkan gedung tersebut merupakan tempat bersejarah.
Gereja itu tercatat menjadi satu dari 10 tempat penting di Kota Bandung yang memiliki nilai sejarah perjuangan kemerdekaan, khususnya pada peristiwa Bandung Lautan Api. Untuk itulah di depan gedung tersebut dipasang stilasi Bandung Lautan Api. Di plakat stilasi yang berdiri di trotoar Jalan Mohamad Toha itu tertulis bahwa tempat itu dulunya adalah stasiun radio yang menyiarkan secara langsung pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.
Nama radionya adalah Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) atau dalam Bahasa Indonesia Maskapai Siaran Radio Hindia Belanda. Radio pemerintah Hindia Belanda ini merupakan cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI).
Dalam laman wikipedia disebutkan NIROM memulai siaran pada 1920. Delapan tahun kemudian NIROM berdiri di Amsterdam. Pemancar ini baru bisa meliputi seluruh Jawa, dan dalam tiga tahun kemudian ke seluruh Hindia Belanda. Namun karena persiapan-persiapan teknis yang harus dilakukan, baru pada 1934 NIROM dapat memancarkan siarannya.
Radio Ini Tadinya Hanya Gunakan Bahasa Belanda
Sejak 1935, NIROM yang tadinya hanya menggunakan bahasa Belanda saat siaran mulai menggunakan bahasa-bahasa setempat. Penggunaan bahasa-bahasa setempat hampir mewarnai keseluruhan siarannya pada akhir masa NIROM.
Stasiun NIROM pun terdapat di Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Berbeda dengan di yang Jalan Mohammad Toha, bekas gedungnya tak terurus. Dalam tulisannya di PR Info, disebutkan alat komunikasi pertama dan tertua yang dibangun oleh Belanda, stasiun ini didirikan oleh seorang insiyur berkebangsaan Jerman yang bernama Raymond Sircke Hessilken pada 1904-1908 yang saat itu masih bernama Telefoenken.
Akibar biaya operasional yang besar karena tidak adanya turbin air untuk menggerakkan mesin utama, pemancar dan berbagai peralatan dipindah ke Rancaekek dan Dayeuhkolot. Setelah pemancar di Gunung Puntang berfungsi pada 1935 secara otomatis pada 1936 NIROM Cililin praktis tidak berfungsi lagi. *