TELUR asin dalah lauk untuk nasi. Rasanya yang gurih dan sedikit asin menjadikannya banyak yang menyukainya. Biasanya dijadikan menu untuk hajatan.
Di Bandung terdapat sentra telur asin. Lokasinya di Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung. Kawasann ini tak jauh dari jalan Derwati.
Untuk menemukan sentra telur asin di sana tidak mudah. Pasalnya, para perajin tidak membuka toko atau warung khusus. Para perajin membuatnya di rumah masing-masing.
Ayi Muhamad Kholidin (50) misalnya. Dia memanfaatkan halaman rumahnya untuk memproduksinya. Rumah Ayi berada di Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung.
Begitu juga dengan Rina Suminar (34). Dia juga memanfaatkan halaman rumah di gang di Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung. Dia bersama keluarganya setiap hari membuat telur asin
Ayi sudah lama menjadi perajin telur asin. Dia mempertahankan warisan orang tuanya. Menurutnya perajin makanan ini di Derwati sudah ada sejak 1950-an. Kala itu, kata Ayi, nenek moyangnya adalah petani bebek sekaligus juga perajin telur asin.
AYI Muhamad Kholidin (50), perajin di Derwati, memasarkan telur asinnya ke pasar-pasar di Kota Bandung, seperti ke Pasar Gedebage, Ujungberung, Cicadas, Ciroyom, Kordon, dan Kiara Condong.
Selain ke pasar-pasar, pabrik-pabrik pun menjadi sasaran Ayi untuk memasarkan telurnya. Dia menyebut sebuah pabrik BUMN memesan kepadanya sebanyak 3.000 sampai 4.000 telor per minggungnya. Bahkan, sebelumnya bisa mencapai 8.000 butir.
Telur Ayi Dijual Lewat Distributor
Untuk memasarkannya, Ayi memiliki tiga distributor yang selalu rutin mengambilnya kepadanya. “Saya hanya penyedia barang,” kata Ayi di rumahnya, Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Rabu (4/3/2020).
Ayi menjual produksinya Rp 2.500-2.700 per butirnya. Namun, katanya, bisa menyampai 3.000, tergantung banyak pesanannya, kalau pesanannya banyak harganya bisa lebih murah.
Jangan membayangkan kawasan Derwati seperti sekarang. Dulu, kata Ayi, sawah-sawah masih banyak di sana. Namun, seiring dengan waktu persawahan mulai menghilang tergerus perumahan dan pabrik-pabrik.
Meski sawah sudah berkurang dan telur sebagai bahan baku mulai sulit diperoleh di kawasan Derwati, Ayi tetap bertahan. Banyak cara yang dilakukan Ayi termasuk mendatangkan bahan baku dari Karawang, Brebes, atau bahkan dari Blitar