Kejagung Sita Uang Rp 11,8 Triliun dari Kasus Korupsi Korporasi Ekspor CPO Wilmar Grup

SERBA BANDUNG – Kejaksaan Agung (Kejagung) sita uang Rp11,8 triliun dari perkembangan perkara tindak pidana korupsi  pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022.

Hal itu, disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, di gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa 17 Juni 2026.

Harli mengatakan, bahwa perskon terhadap penyitaan uang ini, paling besar dalam sejarah dan merupakan bentuk pengembalian kerugian negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.

“Karena perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, maka melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan dimaksud,” kata Harli.

Pengembalian dana tersebut, menurut Harli, merupakan bentuk kesadaran yang diberikan oleh korporasi dan bentuk kerjasama karena adanya kesadaran untuk pengembalian kerugian uang negara.

“Kita harapkan tentu dengan upaya-upaya pengembalian ini, ini juga akan menjadi contoh bagi korporasi yang lain atau bagi pihak-pihak yang lain yang sedang berperkara,” ujarnya, dilansir dari kanal youtube @kejaksaan-ri.

Baca juga: Ijazah Jokowi Dipastikan Asli, Penyelidikan Dugaan Palsu Resmi Dihentikan

Sementara itu, Direktur Penuntutan (Dirtut) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung Sutikno mengungkapkan, bahwa perkembangan kasus ini, melibatkan atas nama 5 terdakwa koorporasi yang tergabung dalam Wilmar Grup.

Ke 5 terdakwa tersebut adalah PT. Multimas Nabati Asahan, PT. Multimas Nabati Sulawesi, PT. Sinar Alam Permai, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT. Wilmar Nabati Indonesia.

Tumpukan uang sitaan Kejagung RI, dalam kasus korupsi ekspor CPO Wilmar Grup./youtube @kejaksaan-ri.

Para terdakwa korporasi tersebut masing-masing didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

“Seperti yang telah ketahui bersama bahwa 5 terdakwa korporasi tersebut di pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri Jakarta Pusat telah diputus oleh hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum,” kata Sutikno.

“Sehingga penuntut umum telah melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih ada dalam tahap pemeriksaan kasasi,” ujarnya.

Berdasarkan penghitungan hasil audit oleh BPKP dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, masih kata Sutikno, terdapat tiga bentuk kerugian negara yaitu illegal gain, dan kerugian perekonomian negara seluruhnya sebesar Rp 11.880.351.802.619 (Rp 11,88 triliun).

Dengan perincian kerugian negara yang dilakukan PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 3.997.042.917.832 (Rp 3,99 triliun), PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964 (Rp 39,75 miliar), PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417 (Rp 483,96 miliar), PT Wimar Bioenergi Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077 (Rp 57,30 miliar), dan PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 7.302.288.371.326 (Rp 7,30 triliun).

Baca juga: Polri Kembali Ungkap Kasus Muatan Asusila di Grup Media Sosial “Cinta Sedarah”  

Bahwa dalam perkembangannya, Sutikno menyebut, kelima terdakwa korporasi tersebut beberapa saat yang lalu mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan. Total seluruhnya yaitu Rp 11.880.351.802.619 (Rp 11,88 triliun).

“Uang tersebut sekarang kami simpan di rekening penampungan lain di RPL Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Bank Mandiri,” ungkapnya.

Terhadap sejumlah uang yang telah dikembalikan tersebut, penuntut umum telah melakukan penyitaan berdasarkan penetapan izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

‘Selanjutnya, setelah dilakukan penyitaan, kami mengajukan tambahan memori kasasi yang sebelumnya sudah kita ajukan. Yaitu memasukkan uang yang telah kami sita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi,” tuturnya.

“Sehingga, keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi. Khususnya terkait uang tersebut supaya dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi yang dilakukan para terdakwa korporasi,” terangnya.

Ia mengatakan bahwa disekeliling kita ini ada uang, dengan total nilai 2 triliun yang merupakan bagian dari uang 11 triliun, karena faktor tempat dan keamanan sehingga kami berpikir jumlah ini, cukup mewakili jumlah kerugian negara yang ditimbulkan.

“Harapan kami, rekan-rekan media mungkin bisa lebih lama mengamati dulu uang-uang yang sebanyak ini,” seloroh Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, yang disambut tawa para awak media.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *